MENULIS KALIGRAFI AYAT-AYAT AL-QURAN DI DINDING MASJID ADALAH PERKARA BARU YANG SANGAT TERPUJI.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz Al-Umawi lahir pada tahun 61H, menjadi khalifah dari tahun 99H hingga 101H/717M hingga 720M. Beliau telah memperluas bangunan masjid Nabawi di Madinah, dan mengarahkan agar ditulis ayat-ayat Al-Quran dengan emas di sepanjang dinding mihrab masjid tersebut.
Syekh Abu Bakar bin Abi Syaibah lahir th 159H telah meriwayatkan dari Imam ‘Atho’ bin Abi Rabah (seorang tabi’in lahir th 27H) yang hidup bersama 200 sahabat Rasulullah SAW. Beliau ketika itu sebagai rujukan para ulama di Mekkah, dan pernah ditanya tentang menulis kaligrafi ayat-ayat suci Al-Quran di dinding masjid di sebelah qiblatnya. Beliau berkata tidak apa-apa, boleh-boleh saja.
Salah satu Wahabi, yang melarang terlalu berlebihan, dg menuduh menyelisihi sunnah & menuduh hal itu tasyabbuh dengan Yahudi & Nasrani.
Masalah menghias masjid memang diperselisihkan para ulama di masa lalu. Namun perselisihan mereka berangkat dari kenyataan bahwa hiasan itu sangat mahal, karena terbuat dari ukiran kaligrafi dan aksesorisnya yang terbuat dari emas dan perak. Hiasan seperti itu tentu sangat mahal harganya, bahkan untuk ukuran seorang penguasa sekalipun.
Adapun hiasan yang biasa kita lihat di masjid-masjid di sekeliling kita ini, tidak lain hanya terbuat dari cat tembok. Indah memang, tetapi hanya imitasi belaka. Bukan emas dan perak seperti di masa lalu. Kalau hanya berupa kaligrafi dengan cat tembok, rasanya tidak ada nash yang secara langsung melarangnya. Sebaliknya, bila hiasan itu sampai menghabiskan dana yang teramat mahal, karena harus menghabiskan emas berton-ton, banyak para ulama di masa lalu yang memakruhkannya, bahkan sampai mengharamkannya.
Apalagi mengingat bahwa masjid nabawi di masa Rasulullah SAW itu sangat sederhana. Hanya sebagiannya yang beratap, itupun hanya berupa daun kurma. Alasnya bukan marmer, tetapi tanah atau pasir. Tiangnya bukan beton tetapi hanya batang-batang kurma. Dan hal itu terjadi hingga masa Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun. Barulah pada masa khilafah Al-Walid bin Abdil Malik, masjid-masijd dihias dengan berlebihan, yaitu dengan ukiran kaligrafi dari emas dan perak.
Realitas ini kemudian disimpulkan oleh sebagian ulama sebagai isyarat tidak bolehnya kita menghias masjid dengan hiasan yang mewah. Bahkan oleh sebagiannya dianggap bid’ah, buang harta dan haram. Namun masalah ini memang sejak awal termasuk masalah khilaf pada fuqaha. Bahkan ke-empat imam mazhab utama pun tidak seragam pendapatnya.
1. Al-Hanafiyah
Al-Hanafiyah beranggapan bahwa tidak mengapa untuk menghias masjid dengan beragam ukiran dan kaligrafi. Asalkan bukan pada bagian mihrabnya. Alasannya, agar orang yang shalat tidak terganggu konsentrasinya. Yang dimaksud ukiran di masjid adalah membuat hiasan dengan tatahan emas atau perak.
Namun bila dana yang digunakan untuk hiasan itu berasal dari harta waqaf secara umum yang niatnya untuk masjid, menurut beliau hukumnya haram. Jadi yang boleh adalah harta dari seseorang yang niatnya memang untuk keperluan perhiasan itu.
2. Al-Malikiyah
Al-Malikiyah memakruhkan penghiasan dinding masjid, termasuk atapnya, kayunya dan hijabnya, bila hiasan itu terbuat dari emas atau perak dan bila sampai mengganngu konsentrasi para jamaah yang shalat. Namun bila hiasan itu di luar apa yang disebutkan, tidak ada kemakruhannya.
3. As-Syafi’iyah
Mazhab As-Syafi’iyah sebagaimana yang disebutkan oleh Az-Zarkasyi mengemukakan bahwa mengukir masjid itu hukumnya makruh, terutama bila menggunakan harta waqaf yang diperuntukkan buat masjid secara umum. Sebab harta waqaf buat mereka tidak boleh diubah pemanfaatannya begitu saja.
4. Al-Hanabilah
Al-Hanabilah adalah satu-satunya mazhab yang tegas mengharamkan penghiasan masjid. Buat mereka, bila masjid sudah terlanjur dihias dengan emas dan perak, wajib untuk dicopot.
Pendapat mereka ini dikuatkan juga dengan hadits berikut:
لا تقوم الساعة حتى يَتَباهَى الناس في المساجد
Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali orang-orang berbangga-bangga dengan masjid.
Para ulama banyak yang memaknai sabda Rasulullah SAW tentang berbangga-bangga dengan masjid ialah bermegah2an dalam membangun masjid mulai dr fisiknya hingga aksesoris yg di terapkannya hingga bentuk penghiasan masjid dengan ukiran/kaligrafi emas dan perak pada dindingnya,Namun sepi jamaahnya pada masjid tsb. Dan oleh sebagian ulama dijadikan sebagai isyarat tidak bolehnya kita menghias masjid dengan hiasan yang mewah dan berlebihan.
Jadi barangkali para takmir di masjid tempat Anda ada yg mengharamkan penulisan kaligrafi di masjid itu cenderung kepada pendapat mazhab al-hanabilah yang secara tegas mengharamkan penghiasan masjid. Akan tetapi takmir itu kurang memahami bahwa sesungguhnya konteks di masa lalu adalah hiasan yang terbuat dari emas dan perak.
Sedangkan menulis kaligrafi yang bukan terbuat dari emas dan perak, kelihatannya tidak terlalu menjadi masalah, apalagi bila kita perhatikan masjid Al-Haram Makkah dan Madinah, di mana keduanya dihias dengan marmer yang pasti harganya sangat mahal. Demikian juga Ka’bah al-Musyarrafah yang dihias dengan kaligrafi ayat alquran yang indah juga terbuat dari benang emas dan kain sutera. Sementara umumnya mufti dan penduduk Saudi Arabia adalah pemeluk mazhab Al-Hanabilah. Belum pasti, apakah mereka diam saja karena takut atau setuju.
Tapi sekali lagi, masalah ini memang merupakan perbedaan pendapat di kalangan para ulama, baik di masa lalu maupun masa sekarang ini. Kita tidak perlu terperosok pada perdebatan panjang masalah ini, karena masing-masing punya dalil yang mereka yakini kebenarannya.
Wallohu a’lam bish-showab
Namun bagi seluruh kalangan kaligrafer di indonesia rata2 mengikuti madzhab yang membolehkan penulisan kaligrafi pada dinding masjid dengan beberapa alasan sebagai berikut:
– Menulis kaligrafi pada dinding masjid adalah pekerjaan yang mulia karena berhubungan dengan ayat2 suci alquran yang punya nilai positif bagi penulisnya dan juga para jamaah yang membacanya,jangankan membaca,melihat saja dg perasaan senang sudah menjadi pahala.
– Membuka Lapangan pekerjaan bagi siapa saja yang berprofesi sebagai seorang kaligrafer,dan juga meningkatkan semangat belajar bagi yang pemula.
– Sebagai salah satu ajang dakwah bil qolam, krna kaligrafi ayat2 yang di tulis pada dinding masjid tentunya ayat2 yg mengandung peringatan,seruan dan ajakan untuk melakukan kebajikan serta menjauhi kemungkaran.
– Menampilkan nuansa yang islami pada ruangan tempat ibadah yang berupa masjid dan musholla.
Itulah beberapa alasan kenapa sebagian para kaligrafer di indonesia profesinya sebagai pendekor dan penulis kaligrafi di masjid. Tidak hanya kaligrafer indonesia saja namun banyak juga kaligrafer2 timur tengah dan turki yang sudah lebih dulu mengawali di dalam penulisan kaligrafi di masjid.
Baca juga : Jasa penulisan kaligrafi masjid
No responses yet